Inflasi yang terjadi hari ini merupakan hilangnya daya beli masyarakat secara bertahap. Hal ini tercermin dalam kenaikan harga barang dan jasa secara luas. Besar kenaikan inflasi mengacu pada kenaikan harga barang dan jasa secara luas di seluruh perekonomian dari waktu ke waktu. Dampak inflasi dapat mengikis daya beli bagi konsumen dan bisnis.

Dengan kata lain, dolar atau mata uang apa pun yang Anda gunakan untuk pembelian tidak akan sama nilai tukarnya pada hari ini seperti hari kemarin apalagi masa lalu.

Niali sebuah Inflasi tidak terbatas pada lonjakan harga untuk satu barang atau layanan apa pun. Melainkan inflasi dapat mengacu pada kenaikan harga di seluruh sektor, seperti sektor ritel atau otomotif. Pada akhirnya inflasi akan memengaruhi keseluruhan ekonomi suatu negara.

Dalam ekonomi yang sehat, inflasi tahunan umum terjadi di kisaran persentase dua poin.Para ekonom menganggap ini sebagai sinyal stabilitas harga. Inflasi sesungguhnya juga memiliki efek positif selama masih berada dalam kisaran tertentu.

Beberapa dampak inflasi juga memiliki akibat yang positif yakni, dapat merangsang pengeluaran. Sehingga dengan demikian dapat memacu munculnya permintaan dan produktivitas pabrik. Terutama ketika ekonomi bergerak lambat dan membutuhkan dorongan.

Sebaliknya, ketika inflasi mulai melampaui pertumbuhan gaji, hal itu bisa menjadi tanda peringatan ekonomi yang sedang berjuang. Inflasi tidak hanya mempengaruhi konsumen secara langsung, tetapi juga bisnis dapat merasakan dampak inflasi. Berikut penjelasan singkat tentang perbedaan bagaimana inflasi mempengaruhi konsumen dan perusahaan:

Konsumen rumah tangga akan kehilangan daya beli ketika harga barang-barang meningkat. Apalagi barang tersebut biasa mereka beli, seperti makanan, utilitas, dan bahan bakar minyak.

Banyak perusahaan, menggunakan trik dengan mencapai keseimbangan antara menaikkan harga untuk menebus kenaikan biaya input sekaligus memastikan bahwa harga tidak naik terlalu tinggi sehingga menekan permintaan, yang akan dibahas nanti dalam artikel ini.

Bagaimana Inflasi Diukur?

Badan statistik merupakan lembaga resmi yang mengukur inflasi di suatu negara. Cara yang Badan statistik gunakan adalah dengan terlebih dahulu menentukan nilai saat ini dari berbagai barang dan jasa yang rumah tangga konsumsi. Nilai tersebut kemudian anda kenal sebagai indeks harga.

Untuk menghitung tingkat inflasi atau persentase inflasi dari waktu ke waktu, badan statistik membandingkan nilai indeks selama satu periode ke periode lain. Periode tersebut bisa bulan ke bulan, yang memberikan hasil tingkat inflasi bulanan. Atau juga nilai tahun ke tahun, yang memberikan tingkat inflasi tahunan.

Misalnya, di Amerika Serikat, Biro Statistik Tenaga Kerja negara tersebut menerbitkan Indeks Harga Konsumen (IHK), yang mengukur biaya barang yang konsumen di perkotaan beli secara langsung.  IHK dapat biro statistik pecah berdasarkan wilayah dan dilaporkan kepada negara secara keseluruhan.

Indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) diterbitkan oleh Biro Analisis Ekonomi pemerintah Amerika Serikat dengan memperhitungkan rentang pengeluaran konsumen yang lebih luas, termasuk perawatan kesehatan. Hal ini juga memiliki bobot data yang anda dapat melalui survei bisnis.

Apa Penyebab Utama Inflasi?

Ada dua jenis utama penyebab dari inflasi yakni:

Pertama, Inflasi yang terjadi akibat tarikan permintaan. Hal ini terjadi ketika permintaan barang dan jasa dalam perekonomian melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksinya.

Misalnya, ketika permintaan untuk mobil baru pulih lebih cepat daripada yang dapat anda antisipasi dari penurunan tajam pada awal pandemi COVID-19, kekurangan pasokan semikonduktor membuat industri otomotif sulit memenuhi permintaan baru ini. Kekurangan kendaraan baru selanjutnya dapat mengakibatkan lonjakan harga untuk mobil baru dan bekas.

Kedua, Inflasi akibat dorongan biaya. Inflasi ini terjadi ketika kenaikan harga barang dan jasa input meningkatkan harga barang dan jasa akhir. Misalnya, harga komoditas melonjak tajam selama pandemi sebagai akibat dari perubahan radikal dalam permintaan, pola pembelian, biaya untuk melayani, dan nilai yang dirasakan di seluruh sektor dan rantai nilai.

Untuk mengimbangi inflasi dan meminimalkan dampak pada kinerja keuangan, perusahaan industri terpaksa mempertimbangkan kenaikan harga yang akan diteruskan ke konsumen akhir mereka.

Bagaimana Inflasi Hari Ini Berbeda Dari inflasi Historis?

Pada Januari 2022, inflasi di Amerika Serikat mencapai level 7,5 persen. Level ini merupakan yang tertinggi sejak Februari 1982. Hal ini merupakan akibat dari melonjaknya biaya energi, ketidaksesuaian upah tenaga kerja, serta gangguan pasokan.

Inflasi sebenarnya bukanlah fenomena baru, setiap negara termasuk Indonesia dan  Amerika telah melewati inflasi sepanjang sejarah. Untuk perbandingan saja, inflasi pada era pasca-Perang Dunia II, ketika kontrol harga, masalah pasokan, dan permintaan luar biasa memicu kenaikan inflasi hingga dua digit.

Puncaknya pada tahun 1940-an, inflasi di Amerika mencapai level 20 persen. Sebelum mereda pada akhir dekade, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja AS. Selain itu pada pertengahan 1960-an hingga awal 1980-an, yang dianggap sebagai “The Great Inflation”, Amerika mengalami beberapa tingkat inflasi tertinggi, dengan puncaknya 14,8 persen pada 1980.

Untuk memerangi inflasi yang tinggi ini, Federal Reserve menaikkan suku bunga hingga hampir 20 persen.

Akhir perang dunia II yang menjadi masa awal kemerdekaan Indonesia juga membawa dampak inflasi yang buruk bagi perekonomian Indonesia. Biaya hidup di Indonesia secara singkat naik 2 kali lipat. Biaya bahan pangan naik hingga berdampak pada upah buruh dan pegawai.

Sedangkan pada saat ini, inflasi  pola konsumsi juga terdistorsi, dan rantai pasokan makanan telah terganggu oleh pandemi.

Beberapa ekonom mengaitkan episode ini sebagian dengan kesalahan kebijakan moneter daripada penyebab lain, seperti harga minyak yang tinggi. Inflasi Hebat mengisyaratkan perlunya kepercayaan publik pada kemampuan Federal Reserve untuk mengurangi tekanan inflasi.

Bagaimana Dampak Inflasi Terhadap Harga ?

Ketika inflasi terjadi, perusahaan produsen akan membutuhkan biaya lebih untuk produksi dan pembelian berbagai bahan baku.

Salah satu cara bagi perusahaan untuk mengimbangi kerugian dan mempertahankan margin kotor adalah dengan menaikkan harga jual produk bagi konsumen. Namun jika kenaikan harga terjadi dengan asal-asalan dan tidak bijaksana, perusahaan dapat merusak hubungan dengan pelanggan. Dampak inflasi bisa memperburuk angka penjualan, hingga merusak margin.

Dengan cara yang benar, memulihkan biaya inflasi untuk produk tertentu justru dapat memperkuat hubungan  perusahaan-pelanggan dan margin keseluruhan. Ada lima langkah yang dapat dilakukan perusahaan untuk ADAPT-asi (Adjust, Develop, Accelerate, Plan, and Track) terhadap inflasi: Sehingga dapat membantu perusahaan anda dalam mengambil keputusan yang lebih bijak.

Anda dapat menyesuaikan diskon dan promosi serta meninjau kembali aspek penjualan lain yang tidak terkait dengan harga dasar. Misalnya jadwal produksi yang lebih panjang atau  adanya biaya tambahan akibat  pengiriman untuk pesanan yang butuh sampai cepat atau volume rendah.

Kembangkanlah seni dan ilmu perubahan harga. Jangan membuat perubahan harga secara menyeluruh. Alih-alih, anda dapat menyesuaikan tindakan penetapan harga untuk memperhitungkan eksposur inflasi, kesediaan pelanggan untuk membayar, dan atribut produk.

Mempercepat pengambilan keputusan sepuluh kali lipat. Anda dapat membentuk “dewan inflasi” yang mencakup pengambil keputusan lintas fungsi. Dewan inflasi nantinya akan berfokus pada inflasi yang dapat bertindak dengan gesit dan cepat atas umpan balik pelanggan sebagai jawaban dampak inflasi.

Keempat, anda dapat merencanakan opsi di luar penetapan harga untuk mengurangi biaya. Gunakan “rekayasa nilai” untuk membayangkan portofolio Anda dan memberikan alternatif pengurangan biaya untuk kenaikan harga.

Kelima, Lacak eksekusi tanpa henti. Anda dapat membuat tim pendukung pusat untuk mengatasi kebocoran pendapatan serta dapat bermanfaat untuk mengelola kinerja secara ketat.

Di luar penetapan harga, berbagai tuas komersial dan teknis dapat membantu perusahaan-perusahaan di Indonesia menghadapi kenaikan harga di pasar sebagai dampak inflasi. Tetapi sektor lain mungkin memerlukan respons yang lebih sesuai terhadap penetapan harga.

Bagaimana Dampak Inflasi Terhadap Ekonomi di Indonesia ?

Dengan memiliki pemahaman penuh tentang dinamika dan prospek pasokan-pasar. kita dapat mengetahui dan memahami bagaimana inflasi berdampak tidak hanya pada harga satu barang melainkan ekonomi suatu negara.

Contohnya dalam industri kimia, seorang manajer kategori yang bersaing dengan melonjaknya harga komoditas dapat melakukan lima langkah ADAPT-asi untuk menghemat uang perusahaan dan menghadapi inflasi:

Untuk lebih memahami dampak inflasi, ambil barang yang biasa anda konsumsi dan bandingkan harganya dari satu periode ke periode lainnya. Misal, pada tahun 1970, secangkir kopi rata-rata berharga 25 sen. sedangkan pada 2019, harganya telah naik menjadi Rp20.000.

Jadi dengan Rp60.000, Anda dapat membeli sekitar tiga cangkir kopi pada tahun 2019, bandingkan jika anda memiliki uang tersebut pada tahun 1970 anda dapat membeli 20 cangkir. Hal itu menunjukkan efek nyata dari apa itu inflasi. Tidak hanya kopi, inflasi pada akhirnya mempengaruhi semua sektor ekonomi.

Meski kenaikan harga merupakan salah satu tanda inflasi, Perusahaan  harus berhati-hati dalma menaikkan harga barang. Sebab perusahaan yang kehilangan daya beli akan berisiko mengalami penurunan margin. Ketika harga untuk kebutuhan input dalam produksi meningkat. Sebagai tanggapan, perusahaan biasanya menaikkan harga produk atau layanan.

Niali sebuah Inflasi tidak terbatas pada lonjakan harga untuk satu barang atau layanan apa pun. Melainkan inflasi dapat mengacu pada kenaikan harga di seluruh sektor, seperti sektor ritel atau otomotif. Pada akhirnya inflasi akan memengaruhi keseluruhan ekonomi suatu negara.

Inflasi yang berlebihan tanpa ada upaya untuk mengimbanginya dapat berakhir menjadi mimpi buruk bagi sebuah negara, termasuk Indonesia. Hal ini karena inflasi dapat menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa dan turunnya nilai mata uang rupiah. Akibatnya angka pengangguran semakin meningkat hingga menurunnya kesejahteraan masyarakat, akibat hilangnya investasi.

Apa Perbedaan Antara Dampak Inflasi dan Deflasi?

Jika inflasi adalah salah satu ekstrem dari spektrum harga, maka deflasi adalah hal lain. Deflasi terjadi ketika keseluruhan tingkat harga dalam suatu perekonomian menurun dan daya beli mata uang meningkat.

Hal ini dapat terjadi karena dorongan pertumbuhan produktivitas dan kelimpahan barang dan jasa. Misalnya penurunan permintaan agregat, atau oleh penurunan pasokan uang dan kredit.

Secara umum, deflasi moderat secara positif mempengaruhi dompet konsumen, karena mereka dapat membeli lebih banyak dengan lebih sedikit uang. Namun, deflasi bisa menjadi tanda melemahnya ekonomi, yang mengarah ke resesi dan depresi.

Sementara inflasi mengurangi daya beli, itu juga mengurangi nilai utang. Selama periode deflasi, di sisi lain, utang menjadi lebih mahal. Selain itu, konsumen dapat melindungi diri mereka sendiri selama periode inflasi. Misalnya, konsumen yang telah mengalokasikan uang mereka  ke dalam investasi dapat melihat pendapatan mereka tumbuh lebih cepat daripada tingkat inflasi. Namun, selama episode deflasi, investasi, seperti saham, obligasi korporasi, dan investasi real estat, menjadi lebih berisiko.

Periode deflasi baru-baru ini di Amerika Serikat terjadi antara tahun 2007 dan 2008, yang oleh para ekonom disebut sebagai Resesi Hebat. Pada bulan Desember 2008, lebih dari separuh eksekutif yang disurvei oleh McKinsey memperkirakan deflasi di negara mereka, dan 44 persen memperkirakan akan mengurangi jumlah tenaga kerja mereka.

Di ranah ekstrem, baik inflasi dan deflasi dapat terjadi secara signifikan dan berakibat negatif pada konsumen secara langsung, pelaku bisnis, serta investor.

Pin It on Pinterest

Share This